ISPO Mewujudkan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.

ISPO Mewujudkan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.

Pemerintah sangat concern terhadap pengembangan komoditas kelapa sawit di Tanah Air. Kelapa sawit saat ini merupakan komoditas strategis, mengingat perannya sebagai penghasil devisa terbesar dari non migas, sumber lapangan kerja, pembangunan ekonomi regional dan pemberantasan kemiskinan. UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan telah mengamanatkan pembangunan perkebunan harus berpedoman kepada prinsip-prinsip perkebunan berkelanjutan. Kementerian Pertanian telah menerbitkan regulasi pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) Permentan No 11 tahun 2015.

Permentan No 11/2015 tentang ISPO merupakan regulasi yang wajib diterapkan oleh kepada perusahaan kelapa sawit dalam upaya memelihara lingkungan, meningkatkan kegiatan ekonomi, sosial, dan penegakan paraturan perundangan Indonesia di bidang perkelapa sawitan. Penyusunan sistim sertifikasi ISPO mengacu/didasarkan pada 139 peraturan mulai Undang-undang sampai dengan peraturan Dirjen berbagai instansi pemerintah.

Lebih lanjut Bambang menuturkan, sistem sertifikasi ISPO adalah serangkaian persyaratan yang terdiri dari 7 (tujuh) prinsip, 34 (tigapuluh empat) kriteria dan 141 (seratus empat puluh satu) indikator yang mencakup isu hukum, ekonomi, lingkungan dan sosial, sebagaimana tertuang dalam  Permentan No 11/2015, untuk perusahaan kelapa sawit yang terintegrasi kebun dan pengolahan. Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang wajib mensertifikatkan adalah yang melakukan usaha Budidaya; usaha pengolahaan kelapa sawit dan yang terintegrasi kebun dengan unit pengolahan hasil.

Sudah 266 perusahaan kelapa sawit yang mengantongi ISPO dari perusahaan yang mengajukan audit ke lembaga sertifikasi sebanyak 535 perusahaan. Perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia tercatat sekitar 1.600. Untuk lahan perkebunan rakyat yang dinyatakan lolos ISPO sebanyak 2 koperasi, yakni Koperasi Unit Desa (KUD) Karya Mukti dan Asosiasi Petani Swadaya “AMAN”. Luas lahan perkebunan kelapa sawit saat ini mencapai 11,3 juta hektar (Ha). Lahan yang sudah memenuhi persyaratan ISPO seluas 1,4 juta Ha.

Sebagai informasi, dari 376 laporan hasil audit (LHA) yang sudah mendapat pengakuan, 11 perusahaan ditunda penetapannya karena belum memenuhi persyaratannya seperti legalitas lahan, HGU nya  berada kawasan hutan, belum ada izin AMDAL;  69 belum dilakukan verifikasi dan 30 laporan hasil audit yang telah diverifikasi belum di tanggapi oleh Lembaga Sertifikasi.

Standarisasi ISPO yang dituangkan melalui Peraturan Menteri Pertanian, mengakomodir regulasi pemerintah mulai dari legalitas lahan, penanganan limbah sampai dengan kesejahteraan karyawan perusahaan.

Issu yang menyatakan bahwa pemusatan kewenangan pada Direktorat Jenderal Perkebunan membuat ISPO tidak berkembang itu sangat tidak benar, justru selama ini karena Lembaga Sertifikasi sebagai lembaga yang melakukan audit sering terhambat karena berbagai masalah kekurangan data-data perusahaan yang diaudit seperti legalitas lahan, perpanjangan izin HGU, izin dampak lingkungan yang belum ada. Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, hanya sebagai fasilitator dan memastikan peraturan pemerintah yang  diterapkan dalam prinsip dan kreteria ISPO dapat dipenuhi oleh industri kelapa sawit di tanah air.

Ketua Sekretariat ISPO, mengatakan, tujuan ISPO sudah mencakupi semua yang diinginkan dunia internasional yaitu mendorong usaha perkebunan untuk mematuhi semua peratiuaran pemerintah, meningkatkan kesadaran pengusaha kelapa sawit untuk memperbaiki lingkungan dan melaksanakan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan untuk meningkatkan daya saing.

“Karena itu sekarang yang perlu dilakukan adalah meningkatkan keberterimaan ISPO di dunia internasional, karena apa yang dimaui mereka juga sama dengan tujuan kita. 

Di bawah Kementerian Koordinator Perkenomian tahun lalu sudah dibentuk tim penguatan ISPO mencakup aspek kelembagaan, sistem dan mekanisme, prinsip dan kriteria  dan pengakuan di pasar Eropa dan global. Draft Pepres penguatan ISPO ini sudah dibuat di Menko untuk pembahasan lebih lanjut.

Strategi komitmen penguatan ISPO yang dilakukan komisi ISPO adalah link and match dengan unsur A (akademisi), B (business), C (Community), F (Farmer) dan G (Goverment). “Sebelum ke luar negeri soal ISPO ini harus benar-benar dipahami semua pemangku kepentingan di dalam negeri. Semuanya harus satu bahasa mengenai ISPO, punya komitmen yang sama. Sampai saat ini masih ada beberapa pihak di dalam negeri yang belum mengerti ISPO. 

Draft soal penguatan ISPO untuk supaya bisa diterima di luar negeri ini sudah ada yang merupakan hasil fokus group diskusi dengan praktisi, LSM,  pelaku usaha, akademisi  dan lain-lain. Masih perlu pembahasan lebih lanjut lagi.

International Conference on Indonesian Sustainable Palm Oil (IC-ISPO) ditandatangani komitmen dan apresiasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan di areal perkebunan kelapa sawit yang melibatkan 14 perusahaan perkebunan.

IC-ISPO membahas tentang pentingnya ISPO dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, mulai dari aspek legalitas lahan, tata kelola izin usaha perkebunan, penguatan ISPO, hingga strategi menghadapi isu negatif terhadap kelapa sawit yang semakin masif. Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Perdagangan dan DPR RI, serta Gubernur sebagai wakil dari pemerintah daerah turut menjadi pembicara seputar pengelolaan kelapa sawit. Sedangkan para pelaku usaha juga menjadi pembicara mulai dari  Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Lembaga Sertifikasi, dan juga Apkasindo selaku wakil dari petani kelapa sawit

Sumber berita : https://ditjenbun.pertanian.go.id/

Related Posts

Leave a Comment