Peran Pelaksanaan Fungsi Pengawas Benih Tanaman Perkebunan

Peran Pelaksanaan Fungsi Pengawas  Benih Tanaman Perkebunan
Alur pengajuan SP2B-KS

Pembangunan perkebunan merupakan bagian yang penting dalam pembangunan daerah Kalimantan Timur untuk terwujudnya agribisnis perkebunan yang produktif, efisien, berdaya saing dan berkelanjutan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat perkebunan. Dengan peran benih unggul bermutu dalam usaha budidaya tanaman maka pemerintah menjamin mutu benih yang akan diedarkan dan diperdagangkan dengan regulasi di bidang perbenihan yang diatur dalam UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya tanaman yang dijabarkan dalam PP N0. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan dan Permentan No. 37/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan varietas, Permentan No. 38/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih dan Permentan No. 02/Permentan/S.R.120/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina.

Fungsional Pengawas Benih Tanaman (PBT) Perkebunan yang merupakan salah satu pelaksana dari kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut memegang peranan penting dalam menjamin mutu benih perkebunan yang beredar dimasyarakat. Berdasarkan Permenpan no. 09 tahun 2010 tentang jabatan fungsional Pengawas Benih Tanaman dan Angka Kreditnya, maka PBT didefinisikan sebagai jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan pengawasan benih tanaman yang diduduki oleh PNS dengan hak dan kewajiban secara penuh yang diberikan oleh pejabat yang berwenang. Melihat definisi tersebut maka tugas PBT memiliki tanggung jawab dan “tanggung gugat” pada pengawasan benih tanaman. Tanggung jawab sebagai pemeriksa mutu benih dan pengawasan peredaran benih dan tanggung gugat apabila ada kesalahan dalam memeriksa mutu benih dan mengawasi peredaran benih. Karena beban kinerja itu maka seorang PBT dituntut untuk mampu menunjukkan kompetensi dan pengalamannya dalam melaksanakan tugas secara akuntabel, transparan dan independen.

PBT dibagi dalam 2 (dua) golongan yaitu PBT Terampil dan PBT Ahli. PBT Terampil adalah jabatan fungsional yang dalam pelaksanaannya mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu/bersifat teknis di lapangan. Sedangkan PBT Ahli adalah jabatan fungsional yang pekerjaannya didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan, metodologi dan teknik analisis tertentu/bersifat analisis dan manajerial. Tugas pokok PBT secara umum berdasarkan Keputusan Menkowasbangpan no. 57/Kep/MK.Waspan/9/199 adalah menyiapkan, melaksanakan, mengevaluasi, mengembangkan dan melaporkan kegiatan pengawasan benih tanaman yang terdiri dari penilaian kultivar, sertifikasi, pengujian mutu benih, pengawasan peredaran benih tanaman dan penerapan sistem manajemen mutu.

Fungsional PBT Perkebunan yang ada hingga saat ini baru berjumlah 9 orang dengan rincian PBT Terampil sebanyak 5 orang dan PBT Ahli sebanyak 4 orang. Seluruh fungsional PBT ini telah mengikuti Diklat Dasar PBT Ahli dan Terampil yang merupakan syarat untuk menduduki jabatan fungsional tersebut. Diklat dasar PBT ini dilaksanakan oleh Dirjenbun. UPTB Pengawasan Benih Perkebunan merupakan wadah fungsional PBT dalam mengembangkan kariernya. Sebagian fungsional PBT juga telah mengikuti Diklat PPNS Benih dan Pupuk yang sangat membantu dalam menangani benih ilegitim yang sedang marak beberapa tahun terakhir khususnya benih kelapa sawit yang diedarkan secara komersial dan tanpa dokumen di masyarakat. Dampak penggunaan benih ilegitim ini dapat menyebabkan produktivitas rendah bahkan dapat tidak berpoduksi sama sekali.

PBT dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya mengacu pada Renstra Kementan dengan salah satu gema Revitalisasi yaitu Revitalisasi Perbenihan. Upaya-upaya yang dilakukan untuk revitalisasi perbenihan antara lain : menata kembali kelembagaan perbenihan/pembibitan nasional mulai tingkat pusat sampain daerah;  melindungi, memelihara dan memanfaatkan sumberdaya genetik nasional untuk pengembangan varietas unggul lokal; memperkuat tenaga pemulia dan Pengawas benih tanaman; memberdayakan penangkar dan produsen benih berbasis lokal; meningkatkan peran swasta dalam membangun industri perbenihan/pembibitan; membangun industri perbenihan. Peran PBT perkebunan tampak nyata dengan kegiatan fungsional yang tertuang dalam Permen PAN. Untuk implementasinya diperlukan kompetensi dari SDM PBT perkebunan yang ada serta dukungan dan kelembagaan pengawasan perbenihan. Pelaksanaan fungsi pengawasan benih tanaman perkebunan sangat ditentukan oleh efektivitas kerja kelembagaan pengawasan benih tanaman perkebunan.

Berdasarkan PP no. 44 tahun 1995 Pengawas Benih Tanaman diberikan wewenang untuk :

  1. Melakukan pemeriksaan terhadap proses produksi.
  2. Melakukan pemeriksaan terhadap sarana dan tempat penyimpanan serta cara pengemasan benih bina.
  3. Mengambil contoh benih untuk pemeriksaan mutu.
  4. Memeriksa dokumen dan catatan produsen, pemasok dan pengedar benih bina.
  5. Melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan kegiatan sertifikasi.
  6. Melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan persyaratan pendaftaran, pengadaan, perijinan, sertifikasi dan pendaftaran peredaran benih bina.
  7. Apabila pengawasan benih mempunyai alasan kuat telah terjadi penyimpangan mengenai mutu benih tetapi memerlukan waktu penelitian lebuh lanjut atas pemeriksaan, pengawas benih dapat menghentikan sementara peredaran benih tetapi memerlukan penelitian lebih lanjut atas hasil pemeriksaan, pengawas benih dapat menghentikan sementara peredaran benih bina untuk paling lama tiga puluh hari.
  8. Apabila telah terlampaui dan belum terdapat keputusan adanya penyimpangan, maka tindakan penghentian peredaran benih  bina oleh PBT berakhir demi hukum.
  9. Dalam hal ditemukan penyimpangan mengenai proses produksi, standar mutu, kegiatan sertifikasi, sarana dan tempat penyimpanan serta cara pengemasan benih bina, PBT dapat mengusulkan penarikan benih bina dari peredaran ke Menteri Pertanian.  

Ditinjau dari keberadaan fungsional PBT, saat ini jumlah PBT yang ada belum memadai dengan luasnya wilayah kerja. Terbatasnya jumlah fungsional PBT akibat jabatan fungsional tersebut kurang menarik dari sisi tunjangan jabatan maupun tambahan penghasilannya serta resiko jabatannya yang bersentuhan dengan hukum membuat banyak pegawai yang tidak berminat untuk beralih ke jabatan fungsional tersebut. Selain itu kenaikan jabatan fungsional dan golongan berdasarkan pencapaian angka kredit. Jika pegawai rajin dan kreatif dan angka kreditnya mencukupi maka kenaikan pangkat/golongan minimal 2 tahun sekali, sedangkan pegawai non fungsional walau kinerjanya tidak maksimal namun perilaku dan kehadiran cukup baik maka sudah dapat naik golongan secara reguler 4 tahun sekali tanpa bersusah payah menyusun angka kredit seperti pada pegawai fungsional.

Sesuai Peraturan Presiden RI No. 16 tahun 2013 tanggal 01 Maret 2013 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pengawas Benih Tanaman, jumlah besarnya tunjangan untuk masing-masing jenjang jabatan sudah cukup memadai. Belum lagi tambahan penghasilan  untuk fungsional tertentu sudah lebih menjanjikan. Dengan semakin meningkatnya tunjangan dan tambahan penghasilan bagi fungsional PBT diharapkan akan membuka minat bagi PNS non fungsional untuk menjadi fungsional PBT sesuai dengan aturan yang berlaku. Untuk kedepannya PNS yang diangkat dalam jabatan fungsional agar pengangkatannya disertai dengan pelantikan atau sumpah seperti pada pengangkatan pegawai struktural sehingga jadi berkesan dan ada kebanggaan, yang tentunya harus dibarengi dengan peningkatan kinerja yang lebih baik.

Related Posts

Leave a Comment